Kamis, 25 Juni 2009

klik disini pasti beruntung



http://www.bigmoneyptc.com/index.php?ref=jablay

Minggu, 21 Juni 2009

buah manis dari internet

untuk hidup lebih baik ikutilah tautan dibawah ini

http://cashmails.org/pages/signup.php?CO=efc6fb9eREFID&EM=ali.mustafid@yahoo.com

Sabtu, 13 Juni 2009

cari uang muda di Internet

jangan percaya dengan embel-embel untuk mencari uang diinternet
coba buktikan sendiri disini dengan klik dibawah ini
kamu ikuti aja langakah-langkahnya pasti akan terbukti sendiri

http://www.bigmoneyptc.com/index.php?ref=alimustafid

Minggu, 07 Juni 2009

bisnis muda tanpa modal

coba buktikan sendiri anda pasti tidak akan kecewa


http://www.ziddu.com/register.php?referralid=(y]RWGM/jhZ

Selasa, 21 April 2009

Resep Mencari Seorang Istri




Gadis Cerdas, Gadis Impian

 

Ada seorang pemuda arab yang tampan, shalih, dan sangat cerdas. Dia ingin menikah dengan gadis shalihah dan cerdas seperti dirinya. Maka, mulailah dia mengembara dari satu kabilah ke kabilah lain, untuk mencari gadis impiannya.

Suatu ketika, dia berjalan menuju kabilah di Yaman. Di tengah perjalanan, dia berjumpa dengan seorang lelaki. Akhirnya, dia berjalan bersama lelaki itu.

Pemuda itu menyapa, “Hai Tuan, apa kau bisa membawaku dan aku membawamu?”

Spontan lelaki itu menjawab, “Hai bodoh, kau ini bagaimana? Aku menunggang kuda dan kau juga menunggang kuda. Bagaimana kita bisa saling membawa?”

Pemuda itu diam saja mendengar jawaban lelaki itu.

Kemudian, keduanya melanjutkan perjalanan. Lalu, mereka melewati sebuah kampong. Kampung itu dikelilingi oleh kebun yang tiba masa panennnya.

Pemuda itu bertanya, “Menurutmu, buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya, atau belum, ya?”

Seketika, lelaki itu menjawab, “pertanyan itu aneh sekali! Kamu sendiri melihat dengan mata dan kepalamu, buah-buahan itu masih ada di pohonnya dan belum dipanen, kok kamu bertanya, apakah buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya atau belum?”

Pemuda itu hanya diam dan tidak menjawab perkataan lelaki itu.

Kemudian, keduanya melanjutkan perjalanan. Baru sebentar berjalan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sedang mengiring jenazah.

Pemuda itu berkata, “Menurutmu, yang diiring dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati, ya?”

Lelaki itu manjawab, “Aku semakin tidak paham denganmu. Aku tidak pernah menemukan pemuda yang lebih bodoh darimu. Ya, jelas! Jenazah itu akan dibawah untuk di kuburkan. Tentu dia sudah mati.”

Pemuda itu kembali diam dan tidak menjawab sepatah kata pun atas komentar lelaki itu. Akhirnya, keduanya sampai di rumah lelaki itu. Dia mengajak pemuda itu menginap di rumahnya. Dia merasa kasihan, sebab pemuda itu terlihat sudah sangat letih.

Lalaki itu memiliki seorang anak gadis yang sangat cantik.

Begitu tahu ada seorang tamu menginap, anak gadisnya itu bertanya, “Ayah, siapa dia?”

“Dia itu pemuda paling bodoh yang pernah aku temukan,” jawab ayahnya.

Anak gadis itu malah penasaran. Dia mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Bodoh bagaimana?”

Ayahnya langsung menceritakan awal pertemuannya dengan pemuda itu dan segala perkataan serta pertanyaannya.

Mendengar cerita ayahnya, anak gadi itu berkata, “Ayah ini bagaimana? Dia itu tidak bodoh. Justru dia sangat cerdas dan pandai. Kata-katanya mengandung makna tersirat. Ketika dia mengatakan, ‘Apakah kau bisa mambawaku dan aku membawamu?’, sebenarnya maksudnya adalah, ‘Apakah kita bisa saling berbincang-bincang sehingga bisa membawa  kita pada suasana yang lebih akrab?’ Ketika dia mengatakan, ‘Buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya atau belum?’ Ia maksudnya, ‘Apakah pemiliknya sudah menjualnya sebelum di panen, atau belum?’ sebab jika telah menjualnya, pemilknya tentu menerima uangnya dan membelanjakannya untuk makan dia dan keluarganya. Kemudian, ketika dia bertanya, ‘Apakah jenazah didalam keranda itu masih hidup atau sudah mati?’ Maksudnya, ‘Apakah jenazah itu memiliki anak yang bisa melanjutkan perjuangannya atau tidak?’

Setelah mendengar apa yang dikatakan putrinya, lelaki itu keluar menemui pemuda itu. Dia meminta maaf atas perkataannya yang membodoh-bodohkan pemuda itu. Keduanya lalu berbincang-bincang.

Lelaki itu berkata, “Sekarang aku baru tahu apa maksud pertanyaan-pertanyaanmu dalam perjalanan tadi.”

Lalu, dia menjelaskan seperti yang dikatakan putrinya.

Mendengar itu, sang pemuda bertanya, “Saya yakin itu bukan lahir dari pikiranmu sendiri dan bukan perkataanmu, demi Allah, katakanlah padaku siapa yang mengatakannya?”

“Yang mengatakan hal itu adalah putriku,” jawab lalaki itu.

Spontan pemuda itu berkata, “Apakah kau mau meniahkan aku dengan putrimu?”

“Ya”

Begitulah, setelah memulai pengembaraan panjang, akhirnya pemuda itu menemukan pendamping hidup yang dia impikan.

 

 

*****

 

Cinta adalah fithrah manusia untuk menyukai segala hal yang indah. Karena itu, merupakan hal yang lumrah apabila seorang lelaki mencari wanita yang menurutnya indah atau cantik. Terkadang kita jumpai sikap berlebihan (ghuluww atau ifrāth) di kalangan sebagian aktivis, bahwa seolah-olah menjadikan kecantikan sebagai salah satu parameter dalam memilih pasangan hidup merupakan ‘dosa’ atau perbuatan tercela. Sebagian mereka juga ‘pasrah’ begitu saja apabila dijodohkan oleh pembimbing agama mereka (murabbi). Sikap semacam ini tentu saja bukan merupakan sikap yang tepat atau harus dilakukan. Sayangnya, ini masih cukup sering terjadi.

Sesungguhnya Islam adalah agama yang mudah (yusr) dan toleran (samhah). Islam mengakomodir keinginan dan kebutuhan manusia. Hanya saja, Islam memberi batasan dan aturan dalam pemuasan kebutuhan dan keinginan tersebut, untuk mencegah terbukanya pintu-pintu kerusakan.

Islam mengakomodir fithrah dan naluri manusia untuk menyukai lawan jenisnya. Karena itu Islam membolehkan bahkan menganjurkan menikah, serta menafikan dan melarang sikap membujang (tabattul). Namun, di sisi lain, Islam mengecam keras perbuatan zina, yang mengakibatkan hancurnya tatanan sosial dalam masyarakat.

Demikian pula halnya dalam memilih pasangan hidup. Islam mengakomodir apabila seorang pria membutuhkan wanita cantik sebagai pendamping hidupnya, selama proses yang dijalankan tidak bertentangan dengan syariah. Jika seseorang suka makan gado-gado dan tidak suka makan bakso, maka jangan dipaksa untuk makan bakso, bukankah begitu?

Pemaksaan ’selera’ dalam kehidupan rumah tangga dampaknya bisa sangat fatal, yaitu berupa ketidakharmonisan hubungan suami istri dan lain-lain. Sebagian orang menyatakan bahwa rumah tangga yang tidak harmonis termasuk ‘neraka dunia’. Sayangnya, ada muslimah yang kurang menyadari hal-hal tersebut. Jika ada ikhwān melakukan nazhar(melihat calon pasangan) dalam proses ta`āruf (saling mengenal sebelum pernikahan) lalu proses tersebut gagal karena sang muslimah dinilai belum memenuhi kriteria secara fisik, maka jadilah si ikhwān jadi bahan celaan. Padahal, seharusnya si akhwat tersebut berlapang dada. Sebab, jika proses tersebut dipaksakan berlanjut ke jenjang pernikahan, maka besar kemungkinan akan terjadi ketidakharmonisan dalam rumah tangga, yang dapat berbuntut perceraian.

Meskipun demikian, sikap semata-mata mencari kecantikan (beauty oriented) juga kurang tepat. Sebab, sekedar pasangan cantik tidak menjanjikan kebahagiaan. Faktor paling krusial dalam kebahagiaan rumah tangga adalah akhlak dan keshalihan dalam beragama. Ini adalah realitas yang tidak akan dipungkiri oleh mereka yang telah mengecap kehidupan rumah tangga.

Dari Abū Hurairah, Nabi ` bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك

“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah engkau mendapat wanita yang baik agamanya agar engkau beruntung dan tidak merugi.” [Riwayat al-Bukhāri.]

Ada dua pendapat di kalangan ulama dalam memahami hadits ini:

Pendapat Pertama: Hadits ini menunjukan bahwa seorang pria dianjurkan/disunnahkan untuk mencari istri dengan memperhatikan empat kriteria tersebut (harta, martabat, kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh al-Hāfizh Ibn Hajar. Beliau berkata, “Sabda Nabi `: ‘karena kecantikannya‘ merupakan dalil bahwa dianjurkan untuk menikahi wanita yang jelita. Kecuali jika terjadi kontradiksi antara wanita yang cantik jelita namun tidak shalih dan wanita yang shalih namun tidak cantik jelita (maka diutamakan yang shalih meskipun tidak cantik). Jika keduanya sama dalam hal keshalihan maka yang cantik jelita lebih utama (untuk dinikahi)….” [Lihat al-Fath, vol. IX, hal. 135].

Pendapat Kedua: Hadits tersebut hanya menyebut realitas yang terjadi di masyarakat, bahwa wanita dinikahi karena empat kriteria tadi. Dan kriteria yang dianjurkan dalam menikahi wanita hanyalah karena kebaikan agamanya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam an-Nawawi. [Lihat al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim Ibn al-Hajjāj, vol. X, hal. 51-52. Pendapat ini telah diisyaratkan oleh asy-Syaukani dalam an-Nail vol. IX, hal. 234.]

Imam Ibn Qudāmah berkata, “Hendaklah ia memilih wanita yang cantik jelita agar hatinya lebih tentram serta ia bisa lebih menundukkan pandangannya dan kecintaannya (mawaddah) kepadanya akan semakin sempurna. Karena itulah disyari’atkan nazhar (melihat calon istri) sebelum dinikahi. Diriwayatkan dari Abū Bakr Ibn Muhammad Ibn `Amr IbnHazm dari Rasulullah `, bahwa beliau bersabda,

إِنَّمَا النِّسَاءُ لُعَبٌ فَإِذَا اتَّخَذَ أَحَدُكُمْ لُعْبَةً فَلْيَسْتَحْسِنْهَا

Para wanita itu ibarat mainan, maka jika salah seorang dari kalian hendak mengambil sebuah mainan maka hendaknya ia memilih mainan yang baik (yang cantik).” [Hadits ini dinyatakan tidak valid oleh Syaikh al-Albāni dalam adh-Dha’īfahno. 462. Lihat al-Mughnī vol. VII, hal. 82.]

Imam al-Munāwi berkata, “Jika pernikahan disebabkan dorongan kecantikan maka pernikahan ini akan lebih langgeng dibandingkan jika yang mendorong pernikahan tersebut adalah harta sang wanita, karena kecantikan adalah sifat yang senantiasa ada pada sang wanita adapun kekayaan adalah sifat bisa (lebih mudah) hilang dari sang wanita.”

Namun, sebagian Salaf tidak suka untuk menikahi wanita yang terlalu cantik. Imam al-Munāwi berkata, “Salaf membenci wanita yang terlalu cantik karena hal itu (dapat) menimbulkan sikap kesewenangan pada diri wanita, yang akhirnya mengantarkannya kepada sikap perendahan sang pria.” [Faidhu'l Qadīr vol. III, hal. 271.]

Ada hadits yang menunjukan larangan menikahi wanita karena motivasi selain agama. Dari Abdu’Llah Ibn `Amr, Nabi `bersabda

لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وانكحوهن للدين. وَلَأَمَةٌ سوداء خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi para wanita karena kecantikan. Sebab bisa jadi kecantikan menjerumuskan mereka dalam kebinasaan. Dan janganlah kalian menikahi para wanita karena harta, karena bisa jadi harta menjadikan mereka berbuat hal-hal yang melampaui batas. Namun nikahilah para wanita karena agama mereka. Sesungguhnya seorang budak wanita yang hitam dan terpotong sebagian hidungnya dan dengan telinga yang berlubang namun agamanya baik itu lebih baik (untuk dinikahi).” [Riwayat Ibn Mājah, al-Bazzār dan al-Baihaqi.]

Namun hadits ini tidak valid, tidak dapat dijadikan hujjah. [Sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh al-Albāni dalam adh-Dha’īfah vol. III, hal. 172, dan Dhaī'fu'l Jāmi` no. 6216.]

Penting untuk diperhatikan, sebaiknya seorang pria menanyakan atau mencari tahu tentang kecantikan calon istri sebelum agamanya. Imam Ahmad berkata, “Jika seseorang ingin meminang seorang wanita maka hendaklah yang pertama kali ia tanyakan adalah kecantikannya. Jika dipuji kecantikannya maka ia bertanya tentang agamanya. Jika kecantikannya tidak dipuji maka ia menolak wanita tersebut bukan karena agamanya namun karena kecantikannya.” [Syarh Muntahā'l Iradāt, vol. II, hal. 623.]

Perkataan Imam Ahmad tersebut menunjukan tingginya fiqh dan pemahaman beliau. Sebab jika yang pertama kali ditanyakan adalah tentang agama si wanita, lalu dikabarkan kepadanya bahwa yang bersangkutan adalah wanita yang shalih, akan tetapi kemudian setelah dilihat ternyata secara fisik si wanita jauh di bawah harapan si pria, sehingga ia tidak jadi menikahi wanita tersebut, maka berarti si pria telah meninggalkan wanita tersebut padahal ia telah mengetahui bahwa wanita itu adalah wanita yang shalih.

Namun sekali lagi penting untuk ditekankan bahwa kecantikan adalah hal yang relatif. (Ingat joke di awal tulisan?) Terkadang seorang wanita sangat cantik menurut pria tertentu, namun ternyata tidak demikian menurut pria yang lain. Di samping itu, kriteria akhlak dan keshalihan agama lebih penting untuk ditekankan.

Ada saudara kita yang berumah tangga dan telah dikaruniai anak. Istrinya cantik. Keturunan Arab. Konon, adalah yang paling cantik di daerahnya dan menjadi idaman para pemuda di lingkungannya. Saudara kita ini merasa bangga bisa mendapatkannya. Namun, pada suatu perbincangan dia bertutur memberikan wejangan. Kira-kira demikian inti ceritanya:

“Kita memang harus percaya dengan hadits Nabi ` tentang dinikahinya wanita karena empat perkara. Benarlah anjuran untuk wanita karena agamanya. Sungguh kecantikan istri kita itu akan memudar atau kita akan merasa terbiasa, bahkan mungkin kita bosan. Setiap saat, setiap hari, kita melihat dan berjumpa dengannya. Akibatnya, kecantikan yang dulu terasa istimewa itu menjadi biasa. Bahkan, tak jarang kita akan melihat bahwa wanita lain terasa jauh lebih cantik darinya. Belakangan ini kami sering bertengkar, terutama ketika ia diingatkan tentang perkara agama. Maka, berusahalah untuk mencari istri yang baik dari sisi agamanya, niscaya akan datang ketenangan dan kebaikan dalam rumah tangga.”

Kemudian saudara kita tersebut menuturkan kisah salah seorang sahabatnya yang dikenalkan kepada kebenaran oleh istrinya. Dia begitu setia mengajari dan senantiasa melayani dengan tulus serta ikhlas untuk mengabdi pada sang suami, sehingga tiba suatu masa di mana si istri sampai mengatakan, “Silakan jika ingin ta’addud (poligami). Bila perlu akan saya bantu untuk mencarikan.” Ternyata, si suami sama sekali tidak tertarik, karena merasa istri tercintanya tersebut sudah demikian istimewa, sedangkan belum tentu ia akan mendapatkan yang semisal dari istri kedua.

Walhasil, mencari istri cantik itu perlu. Tapi jangan lengah terhadap kriteria lain yang lebih utama, yakni keshalihan dan agama. Kata orang: Kita sedang mencari teman hidup, bukan teman tidur. Menikah itu ‘bersenyawa’, bukan sekedar bersetubuh.

Pada diri manusia ada dua kebutuhan yang harus terpenuhi. Kebutuhan lahir dan kebutuhan batin. Menurut saya, kecantikan itu lebih terkait dengan pemenuhan kebutuhan lahir, sedangkan keshalihan itu lebih terkait dengan pemenuhan kebutuhan batin. Selanjutnya, kecantikan yang lebih bersifat lahir itu erat kaitannya dengan nafsu, sementara keshalihan yang lebih bersifat batin itu erat kaitannya dengan cinta dan kasih sayang. Idealnya, kebutuhan lahir dan batin, cinta dan nafsu, terkumpul dalam diri satu orang yang bernama ‘istri’.

 

 

Sabtu, 18 April 2009

Pahala Takut Kepada Allah




Pahala Takut Kepada Allah

 

Dalam  sebuah kisah Hadist Qudsi, ada riwayat yang mengenai balasan yang di berikan Allah kepada orang yang takut kepada-Nya.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada seorang lelaki yang tidak pernah berbuat kebajikan sama sekali. Lelaki itu berwasiat kepada keluarganya, “Jika aku mati, maka bakarlah aku hingga lumat menjadi abu. Kemudian, taburkan sebagian abu itu di daratan, dan sebagian lagi di laut. Demi Allah, jika Allah masih menghisabku, pasti Dia akan mengazabku dengan azab yang tidak pernah ditimpakan kepada seorang pun di alam semesta!”

Tetkala lelaki itu meninggal, keluarganya melaksanakan apa yang telah di wasiatkan kepada mereka. Lalu, Allah memerintahkan daratan untuk mengumpulkan abu yang disebar didaratan itu dan memerintahkan lautan untyuk mengumpulkan abu yang disebar di lautan itu.

Kemudian, Allah SWT bertanya kepada lelaki itu ( setelah dihidupkan kembali ), ‘Mengapa kau lakukan ini?’

Lelaki itu menjawab, ‘Karena aku takut kepada-Mu Tuhanku, dan Engkau lebih tahu itu.’

Allah SWT lalu mengampuninya.”

Kisah dalam hadist ini begitu menggelitik dan penuh hikmah. Seseorang yang selalu berbuat maksiat dan tidak pernah beramal shalih sedikit pun, masih memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Keagungan Allah ada di depan matanya, sehingga dia takut akan hisab dan azab Allah atas perbuatannya di dunia.

Ketakutannya itu membuatnya berwasiat bodoh. Setelah mati, dai ingin mayatnya dibakar  dan abunya disebar di daratan dan lautan. Dengan begitu, dia berharap tidak akan bisa dihisap oleh Allah SWT. Dia ingin selamat dari azab Allah SWT. Dia yakin Allah itu ada. Dia pun yakin, hisab Allah itu ada dan hisab itu menunggu setelah kematiannya. Dia ingin menyelamatkan dirinya dengan cara menyebar lumatan tubuhnya di darat dan lautan.

Namun, Allah Mahakuasa untuk tetap menghisapnya. Tidak ada yang luput dari hisap-Nya. Pada akhirnya, Allah mengampuni lelaki itu brekat rasa takutnya pada keagungan Allah SWT.

Hikmah yang dapat diambil dari kisah tadi adalah, sekecil apapun keimanan dalam dada seseorang ( yaitu keyakinan akan adanya Allah, hisab, dan keadilah Allah ) dapat mendatangkan ampunan dan rahmat Allah SWT. Bagaimana jika rasa takut kepada Allah itu dihadirkan setiap saat dengan disertai amal shalih? Tentu, pahala yang disediakan Allah, akan lebih besar dan agung.

Di dalam Al-Quran, Allah SWT telah berfirman dengan membarikan kabar gembira, “Dan ada pun orang-orang yang takut kepada keagungan Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnyasurgalah tempat tinggal(nya).” ( QS An-Naazi’aat [79]: 40-41 ).

Takut kepada Allah merupakan kewajiban. Dalilnya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun dalil al-Qur’an adalah firman Allah:

Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (Qs. Ali-‘Imran [3]: 175).

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Qs. Al-Maa’idah [5]: 44).

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, … (Qs. al-Anfaal [8]: 2). 

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (Qs. al-Haj [22]: 1-2).
Adapun kewajiban memiliki rasa takut berdasarkan as-Sunnah dapat dilihat dari apa-apa yang disebutkan secara langsung (manthuq) atau berdasarkan mafhum dari hadits-hadits berikut:


• Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Orang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; Dua orang yang saling mencintai kerena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Orang yang memberi sedekah tetapi dia merahsiakannya seolah-olah tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya. 

• Dari ‘Adiy bin Hatim r.a., ia berkata; Rasulullah Saw bersabda:

Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali akan diajak bicara oleh Allah tanpa penerjemah. Kemudian ia menengok ke kanan, maka ia tidak melihat kecuali apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Ia pun menengok ke kiri, maka ia tidak melihat kecuali apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Lalu ia melihat ke depan maka ia tidak melihat kecuali Neraka ada di depan wajahnya. Karena itu jagalah diri kalian dari Neraka meski dengan sebutir kurma. [Mutafaq ‘alaih].

• Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:

Jika seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang tidak mengharapkan surga-Nya. Jika orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang putus asa dari rahmat-Nya. [HR. Muslim].

• Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw, tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman: 

Demi kemulian-Ku, Aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan bemberikannya rasa aman di Hari Kiamat. Jika ia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di Hari Kiamat. [HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya].

• Dari Ibnu Abas, semoga Allah meridhai keduanya, ia berkata; ketika Allah menurunkan ayat ini kepada Nabi-Nya: 

Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri dan keluarga kalian dari Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. (Qs. at-Tahrim [66]: 6); Pada suatu hari Rasulullah saw. membacakan ayat ini kepada para sahabat, tiba-tiba ada seorang pemuda yang terjungkal pingsan. Kemudian Nabi Saw meletakkan tangan beliau di atas hatinya, dan ternyata masih berdetak jantungnya. Kemudian Nabi Saw bersabda, “Wahai anak muda ucapkanlah: ‘Tidak ada Tuhan selain Allah’”, maka pemuda itu pun mengucapkannya. Kemudian beliau memberikan kabar gembira kepadanya dengan surga. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah!, apakah pemuda itu termasuk golongan kita?” Rasulullah bersabda; apakah kalian tidak mendengar firman Allah: 
Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. [HR. Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi].


• Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata; Wahai Rasulullah Saw!, Allah pernah berfirman Allah: 

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka (Qs. al-Mukmin [23]: 60); adalah ditujukan kepada orang yang berzina dan minum khamr. Dalam riwayat Ibnu Sabiq dikatakan, “Apakah ditujukan pada orang yang berzina, mencuri, dan minum khamr, tapi meski begitu dia takut kepada Allah?” Rasulullah Saw bersabda, “Bukan”. Dalam riwayat Waki dikatakan, “Bukan, Wahai Putri Abu Bakar Ash-Shiddiq, tapi ia adalah orang yang menunaikan shaum, shalat, dan sedekah; dan ia merasa khawatir ibadahnya tersebut tidak diterima.” [HR. Al-Baihaki dalam Asy-Sya’by, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, ia menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabi]. 

• Dari Tsauban r.a., dari Nabi Saw, beliau bersabda:

Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung Tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebarkan. Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya.” Rasulullah Saw bersabda, “Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapa pun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggaranya.” [HR. Ibnu Majah. Al-Kinani penulis buku Mishbah Al-Zujajah berkata, Isnad hadits ini shahih, para perawinya terpercaya].

• Abdullah bin Mas’ud menceritakan kepada kami dua hadits, salah satunya berasal dari Nabi Saw dan satu lagi dari dirinya sendiri ia berkata:

Sesungguhnya orang yang beriman akan melihat dosa-dosanya seolah-olah ada di atas gunung. Ia takut (dosa itu) jatuh menimpanya. Sedangkan orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menghampiri hidungnya, kemudia ia berkata mengenai dosanya, “Seperti inikah?” Abu Syihab berkata dengan tangannya –yang diletakkan– di atas hidungnya. [HR. Bukhari]

Rabu, 08 April 2009

Kiat-Kiat Dalam Mencari Teman






Ketika Cinta Berbuah Surga

 

Di tanah Kurdistan, ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia memiliki putra; seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan pemberani. Saat-saat yang paling menyenangkan bagi sang raja adalah, ketika dia mengajari anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raj juga menceritakan kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertemppuran. Anak raja yang bernama Said itu, angat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil Said akan merasa jengkel jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada orang yang memutuskannya.

Terkadang, ketika sedang asyik mendengar cerita ayahnya, tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan bahwa ada tamu penting  yang hars di temui oleh raja. Sang raja tahu apa yang di rasakan anaknya.

Maka, dia memberi nasehat kepada anaknya, “Said, anakku, sudah saatnya kau mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik,yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga.

Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.

‘Apa maksud ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk surga?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman dengamu, bukan karena derajatmu, tetapi karena kemurnian cinta itu sebdiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kau pun bisa mencinatainya dengan penuh keikhlasan; karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melhirkan kekuatan dasyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa  kalian masuk surga.”

“Bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?”tanya Said.

Sang raja menjawab, “kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapapun yang kau anggap cocok, untuk menjadi temanmusaat makan pagi di sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah apa yang kemudian  mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga butir telur. Jika dia tetapa bersabar, hidangkanlah tiga butir telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yan mereka perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur, jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”

Said sangat gembira mendengar nasehat ayahnya. Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula, dia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu persatu. Sebagian besar dari mereka marah-marah karena hidangannya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji; memaki-maki kerena terlalu lama menunggu hidangan.

Di antara teman anak raja itu, ada seorang yang bernama Adil. Dia anak seorang menteri. Said melihat, sepertinya dia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang lebih sabar dibandingkan anak-anak yang sebelumnya. Dia menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah di rasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus.

Melihat itu, Adil berkata keras, “Hanya ini sarapan? Ini tidakcukup mengisi perutku!”

Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meninggalkan Said sendirian. Said diam. Dia tidak peril meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejatinya.

Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar kaya. Tentu saja, anak saudagar itu sangat senang mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja dia tidak makan dan melaparkan perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan, makanan anak raja pasti enak dan lezat.

Pagi-pagi sekali, anak saudagar itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia harus menunggu waktu yang lama sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga telur rebus di atasnya.

“Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air minu,” kata Said seraya meletakkan piring itu di atas meja.

Lalu, Said masuk ke dalam. Tanpa menunggu lama lagi, anak saudagar itu langsung melahap satu persatu telur itu. Tidak lama kemudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke meja ternyata tiga telur itu telah lenyap. Dia kaget.

“Mana telurnya?” tanya Said pada anak saudagar.

“Telah aku makan.”

“Semuanya?”

“Ya, habis aku lapar sekali.”

Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa di jadikan teman setia.dia tidak setia. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya, Said juga belum makan apa-apa.

Said merasa jengkel kepada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Mereka tidak pantas diajadikan teman sejatinya. Akhirnya, dia meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman sejati.

Akhirnya, Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian, mulailah Said berpetualang melawati hutan, lading, sawah, dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik.

Sampai akhirnya, di suatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu sedang mamanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak-anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Said memperhatikannya dari balik rumpun pepohonan.

 Selesai shalat, Said datang dan menyapa, “Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu, namamu siapa? Kau tadi shalat apa?”

“Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha.”

Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain, dan menjadi temannya.

Namun, Abdullah menjawab, “Ku kira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak seorang kaya, malah mungkin bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar.

Said menyahut, “Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Allah. Semuanya sama, hanya taqwa yang membuat orang mulia disisi Allah. Apa aku kelihatan seperti orang yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Mengapa tidak kita coba beberapa waktu dulu? Kau nanti bisa menilai, apakah kau cocok atau tidak menjadi temanku,”

“Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat, hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seiya-sekata.”

Said menyepakati syarat yang di ajukan oleh anak pencari kayu itu. Sejak hari  itu, mereka bermain bersama; pergi kehutan bersama, memancing bersama. Anak tukang kayu itu mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah, dan memanjat pohon di hutan. Said sangat gembira sekali berteman dengan anak cerdas dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada, dan setia. Akhirnya, dia kembali keistana dengan hati gembira.

Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan.

Di dalam gubuk itu, mereka makan seadanya. Sepotong roti, garam dan air putih. Namun, Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu itu sedang mengujinya. Oleh karena itu, Said merasa cukup dengan apa yang di berikan padanya.

Selesai makan, Said mngucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain. Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu, dia diajari  untuk mengenalidan membedakan jenis dedauunan dan buah-buahan di hutan; antara daun dan buah yang bisa di makan, yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.

“Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat. Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah!” kata anak pencari kayu.

Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan. Ilmu ada dimana-mana. Bahkan, di hutan sekalipun. Hari itu, Said banyak mendapatkanpengalaman berharga.

Ketika matahari sudah condong ke barat, Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa, Said mngundangnya malan di rumahnya besok pagi. Lalu, dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.

“Pergilah ke ibukota, berikan kertas ini kepada tentara yang keu temui disana, dia akan mengantarkanmmu ke rumahku,” kata Said sambil tersenyum.

“Insya Allah aku akan datang,’ jawab anak pencari kayu itu.

Pagi harinya, anak pencari kayu itu sampai juga ke istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya, dia ragu masuk ke istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia berani masuk juga.

Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu, Said pun mengyji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lamasekali. Namun, anak pencari kayu bakar itu sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah tidak makan selama tiga hari. Atau, terkadang makan daun-daun mentah saja. Selama menuggu, dia tidak memikirkan makanan sama sekali. Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bengsawan bisa sebaik anak raja ini,tentu dunia akan tentram.

Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan,senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.

Akhirnya, tiga butir telur masak pun di hidangkan. Said mempersilakan temannya untuk memulai makan. Anak pencari kayu itu mengambil satu. Lalu, dia mengusap kulitnya pelan-pelan. Sementara itu, Said mengusap dengan cepat dan menyantapnya. Kemudian, dengan sengaja Said mengambiltelur yang ketiga. Dia mengupasnya dengan cepat, dan melahapnya. Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan di lakukan temannya dengansebutir telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau…?

Anak miskin itu mengambil pisau yang ada didekat situ. Lalu, dia membelah telur itu menjadi dua; yang satu dia pegang, dan yang satunya lagi, dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu.

Lalu, Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata, “Engkau teman sejatiku! Engaku teman sejatiku! Engkau teman masuk surga.”

Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan mereka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan saling menghormati karena Allah SWT.

Karena kekuatan cinta itu, mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, Syiria, Iark, Mesir, dan yaman.

Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil; Atah Said, meninggal dunia. Akhirnya Said diangkat menjadi raj untuk menggantikan ayahnya. Mentri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayuitu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman seperjuangan dan penasehat raja yang tiada duanya.

Meskipun telah m,enjadi raja dan menteri, keduanya masih sering melakukan shalat tahajud dan membaca Al-Quran bersama. Kecerdasan dan kematangan jiwa keduanya mampu  membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya; baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

 

*****

 

Berteman adalah kebutuhan mutlak bagi kita yang merupakan makhluk sosial. Sebagai sarana untuk berinteraksi dan bersosialisasi. Perlu disadari, lingkungan pergaulan yang heterogen sangat signifikan dalam membentuk karakter dan akhlak seseorang. Demikian pentingnya hal di atas, tercermin dalam sabda Rasulullah SAW:

“ Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).


Di dalam menjalin hubungan pertemanan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, agar mendapat ridho dari Allah SWT. Pertama, saling menasehati ke arah kebaikan dan saling mengingatkan jika ada kesalahan atau kekhilafan. Kedua, tidak meremehkan atau memandang rendah pada teman. Ketiga, tidak iri atau dengki atas karunia yang diberikan kepada teman oleh Allah SWT. Keempat, tidak berprasangka buruk kepada teman. Kelima, tidak membicarakan aib teman. Keenam, menjaga rahasia yang diamanahkan oleh teman.

Pertemanan yang dijalin semata-mata untuk mendapatkan keuntungan duniawi bersifat sementara. Sekarang menjadi teman, mungkin besok atau pada kemudian hari akan menjadi lawan. Sedangkan pertemanan yang paling mulia adalah yang dijalin karena Allah SWT. Tidak ada tujuan apa pun dalam pertemanan mereka, selain untuk mendapatkan ridha-Nya.

''Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zholim menggigit kedua tangannya seraya berkata, aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sesungguhnya, dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.'' (QS Al-Furqaan [25]: 27-29).

Ayat di atas menggambarkan betapa besar penyesalan di hari akhir, karena pertemanan akrab yang telah menyesatkan dari jalan-Nya. Suatu penyesalan yang terlambat, dan merupakan resiko yang diakibatkan oleh kelalaian dalam berteman.

 

Persahabatan dan berteman amat besar pengaruhnya dalam mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi seseorang, ataupun sebaliknya, kemaksiatan dan mudarat. Hal ini bergantung pada siapa yang diajak berteman, bergaul, dan berkawan. Apakah dengan orang-orang saleh dan baik-baik ataukah dengan orang-orang fasik dan jahat. Pengaruh

tersebut tidak tampak seketika, tetapi sedikit demi sedikit dan sesuai dengan lamanya persahabatan dan pergaulan, dengan orang-orang baik-baik atau dengan yang jahat tadi. Nabi Saw. pernah bersabda:

"Seseorang akan dikumpulkan bersama kawan karibnya (atau seseorang akan dikumpulkan bersama siapa yang dicintainya) ." (Hadis sahih dari Ibn Mas& rsquo;ud)

& ldquo;Keadaan hidup seseorang sesuai dengan sahabat karibnya, maka hendaknya setiap orang memerhatikan siapa yang dijadikan sahabat.” (HR Bukhari)

 

"Perumpamaan teman berbincang yang baik, ibarat seorang penjual wewangian. Adakalanya engkau diberinya atau membeli darinya atau beroleh bau wanginya. Dan, perumpamaan sahabat yang jahat ibarat peniup puputan', adakalanya engkau terbakar percikan apinya atau terkena bau busuknya." (HR Muslim)

 

Neraca untuk Menilai Pergaulan

 

Barang siapa ingin mengetahui adakah dari sahabatnya ia beroleh penambahan iman, agama, dan amal; ataukah justru menderita kekurangan darinya, hendaknya merenungkan kembali keadaannya sebelum persahabatan dan pergaulannya dengan orang tersebut. Yakni, dalam hal keteguhan iman dan agamanya, demikian pula akhlak mulia yang disandangnya, niat-niat baik yang dipendamnya, serta semangatnya yang kuat untuk melakukan ketaatan dan kebajikan. Kemudian, memerhatikan keadaannya dalam semua itu setelah bergaul dan berteman. Jika ia mendapati bahwa sifat-sifat dan amal baik itu telah bertambah kuat dan kukuh, semangatnya untuk itu serta tekadnya untuk mempertahankannya pun makin bertambah, maka ia dapat merasa lega bahwa pergaulan dan persahabatannya itu telah mendatangkan manfaat baginya dalam agama dan jiwanya.

 

Di samping itu, jika ia meneruskan persahabatannya dan menjadikannya sebagai kebiasaan yang dipegangnya erat-erat, pasti akan membawanya pada manfaat yang lebih

besar serta kebaikan yang lebih berlimpah, insya Allah.

Namun, jika ia memerhatikan keadaan dirinya setelah pergaulannya itu dan melihat bahwa perilaku dan semangat keagamaannya, seperti tersebut di atas, justru menjadi lebih lemah dan goyah, hal itu menunjukkan bahwa pergaulan dan persahabatannya itu telah mendatangkan mudarat yang senyata-nyatanya bagi agama dan jiwanya. Di samping itu,

jika ia meneruskannya, niscaya hal itu akan menjerumuskannya ke dalam mudarat dan kejahatan yang lebih besar dan lebih banyak. (Semoga Allah Swt. melindungi kita darinya.)

 

Dengan cara itu pula, hendaknya ia memerhatikan kembali sifat-sifat buruk yang ada pada dirinya sendiri sebelum persahabatan tersebut dan sesudahnya.