Senin, 30 Maret 2009

Akibat Dari Sifat Dengki / Dendam




Dengan ini, saya sekedar ingin mengingatkan sebagai sesama umat muslim dan 
merasa bagian dari ukhuwah Islamiyah. Janganlah kita masih memegang sifat 
jahiliyah yang dihembuskan setan yang tercermin di perilaku kita dalam 
beraktifitas di masyarakat
 
Banyak diantara kita yang secara tak sengaja terpeleset, masih mengungkapkan 
dengki dan dendam yang celakanya kita bungkus dalam kata2 manis. Kata2 kita 
manis, seakan2 kita selalu benar, dan beriman. Kata2 kita menyuarakan syariah 
Islam tapi kadang2 kita terjerumus dalam kekotoran sifat dengki dan dendam ini.
Karena sesungguhnya dengki dan dendam itu merupakan ajaran dari setan yang terkutuk, dalam hai ini,
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya kemarahan itu dari setan, dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api. Sesungguhnya api hanya dapat dipadamkan dengan air. Jadi, jika salah seorang diantara kamu marah, maka berwudhulah.” [HR. Ahmad dan Abu Daud]
 

“Allahumma rabbii nabiyyi muhammadin, ighfirly dzanby, wa azhib ghaizha qalby, wa ajirny min mudhilatil fitan…”

(Ya Allah, Tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kemarahan dari dalam hatiku, dan selamatkanlah aku dari segala (bahaya) kesesatan segala bentuk fitnah [puncak amarah].

Saya punya cerita singkat tentang akibat dari sifat dengki dan dendam, mudah2an cerita ini bisa menggugah hati kita semua, supaya dalam hati kita tidak ada rasa dengki dan dendam terhadap siapa pun, baik dengan sesama manusia maupun terhadap hewan sekalipun, karena kita semua di ciptakan Allah SWT di dunia ini untuk bisa selalu menghormati antar sesama mahluk ciptaannya

Karena Dendam Pada Serigala

 

Di sebuah desa di kaki gunung selamet, hiduplah seorang petani yang sederhana dengan cucunya. Mereka mempunyai sepetak sawah dan puluhan ayam. Setiap hari, seusai melaksanakn sholat subuh disurau, sang cucu memberi makan ayam-ayam itu. Terkadang, di antara ayamnya itu, ada yang bertelur. Telur itu di simpannya utuk dijual di pasar.

Pagi itu, seperti biasa, sang cucu pergi ke kandang ayam untuk memberi makan ayam-ayamnya. Namun, dia terkejut melihat kandang itu porak poranda. Tetesan dara tercecer dimana-mana.

“Wah, pasti ad binatang buas yang memangsa mereka!” gumamnya.

Lalu, dia menghitung  jumlha ayamnya hilang tiga ekor. Dia melaporkan kejadian itu kepada kakeknya. Sang kakek terkejut dan segera melihat-lihat keadaan. Setelah itu, sang kakek mengajak cucunya untuk meneliti kebun disekitar kandang.

Pada sebuah tanah yang basah, sang kakek menemukan jejak-jejak kaki binatang disana. Dia langsung menelitinya.

“Ini jajak kaki serigala, cucuku. Kita harus segera mamperbaiki kandang dan lebih berhati-hati!’ kata sang kakek.

Sang kakek lalu mengajaknya memotong bambu, untuk memperbaiki kandang. Sang cucu membantunya dengan penuh keihlasan. Saat melihat kembali darah yang berceceran didalam kandang, dia menangis.

“Mengapa menangis cucuku?” tanya sang kakek.

“ Saya membayangkan betapa ketakutannya ayam-ayam itu tadi malam, kek. Betapa sakitnya tiga ayam itu di bantai srigala. Mengapa ada binatang sejahat srigala, kek?” tanya sang cucu sambil terisak-isak.

“adanya serigala yang rakus dan kajam, itu menjadi ujian dari Tuhan untuk kita. Kita jangan mau diperdayai serigala dan harus menindak serigal itu, “ jawab sang kakek.

“Kalau begitu, besok malam saya akan terjaga, saya akan membawa parang dan panah. Jika serigala itu mendekati kandang, saya akan bidik, kek!”

Sang kakek tersenyum sambil mengelus-elyus kepala cucunya.

Setelah selesai memperbaiki kandang , sang kakek berkata, “cucu,  kakek akan ke sawah, melihat padi kita yang sudah menguning. Minggu ini sudah bisa di panen. Kau sebaiknya pergi ke pasar. Jual lima butir telur dan daun singkong itu. Tukarlah dengan bumbu dan lauk pauk yang kau inginin.”

“ Baiklah, kek!”

Menjelang mahrib, san cucu sudah berada di surau. Tepat saat sang surya tenggelam di paraduannya, dia melantunkan azan. Suaranya merdu. Kumandang azan itu menggema sampai ke puncak Gunung Arjuna. Alam itu larut dalam takbir dan tasbih kepada Allah Azza wa Jalla.

Tidak lama, shalat maghrib berjamaah pun di tegakkan. Lalu surau berdinding papan itu riuh rendah oleh suara anak-anak ayng sedang mengeja dan membaca Al-Quran. Pak kyai Wasun yang membimbing mereka.

Menjelang Isya’, surau itu tenang. Anak-anak diam memperhatikan cerita Pak kyai, tentang kemuliaan akhlak Baginda Nabi Muhammad SAW.

Pak kyai memulai ceritanya, “Baginda Nabi sangat halus hatinya, sangat pengasih, dan penyayang. Bahkan, terhadap binatang pun, beliau sangat sayang. Suatu ketika, dalam perjalanan perang bersama para sahabatnya, Baginda Nabi beristirahat. Di antara sahabat yang turut bersama beliau, ada yang menemukan sarang burung. Di dalam sarang itu ada dua ekor anak burung yang indah. Sementara induknya tidak ada di dalam sarang, seorang sahabat mengambil dua anak burung itu.

Tidak lama kemudian, induk burung itu dating. Melihat kedua anaknya tidak ada, ia sedih dan mencuap-cuap sangat keras. Suara induk burung itu di dengar oleh Baginda Nabi. Begitu melihatnya, beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘siapa yang mengambil anak burung ini? Ayo kembalikan! Jangan siksa burung ini!’

Lalu, sahabat itu pun mengembalikan kedua anak burungitu.

Jadi begitulah, Anak-anakku, “Baginda Nabi sangat penuh kasih dan rahmat kepada siapa saja!” kata Pak Kyai.

“ Kalau begitu, kita tidak boleh membunuh binatang, Pak Kyai?

Tetapi, kita kok makan daging kambing pada hari raya? Apa nggak kasihan pada kambing itu?” tanya Aminah polos.

“Kita boleh membunuh binatang yang berbahaya, misalnya ular dan kalajengking. Cara membunuhnya pun harus baik, jangan di baker. Pada dasarnya, seluruh alam ini di ciptakan untuk keperluan manusia. Kambing, ayam, dan ikan, semua diciptakan untuk keperluan manusia. Maka, manusia harus mensyukurinya dan menggunakan nikmat itu dengan baik. Baginda Nabi mengajarkan, kalau menyembelih kambing, atau binatang lain yang dibolehkan agama untuk dimakan, harus mengguakan pisau yang sangat tajam, agar kambing itu tidak mersakan kesakitan. Jangan pula kita menyembelih kambing di depan kambing yang lain. Jadi, dalam menyembelih pun kita harus melakukan dengan baik dan penuh belas kasih.”

Setelah, itu azan isya’ berkumandang. Anak-anak bersiap untuk melakukan sholat. Setelah sholat Isya’, mereka kemabli ke rumah masing-masing.

Hari sudah larut malam, sang kakek telah tertidur karena kelelahan bekerja di sawah. Sementara, si cucu tetap berjaga di dapur. Dia membuka jendeloa di dapur, lalu duduk di atas dipan sambil memasang anak panah pada busurnya. Pandanganya lurus kearah pintu kandang ayam. Dia menunggu-nunggu serigala itu,. Akan tetapi, yang di tunggu tidak juga muncul. Lama kelamaan, dia tertidur di dapur.

Tepat saat azan subuh, dia di bangunkan oleh kakeknya. Dia bangun sambil mengusap matanya.

“Katanya jaga, kok tidur?” tanya kakek.

“Aku tertidur Kek, ngantuk sekali sik.”

“Ya sudah, tidak apa-apa. Ayo, cepat pergi ke masjid.”

“baik, Kek!”

Seperti biasa, setelah shalat subuh, dia pergi ke kandang. Dia terkejut karena kandang itu telah rusak kembali. Darah berceceran disana-sini. Dia menghitung ayamnya, lagi-lagi hilang tiga. Dia sangat sedih dan menyesal, mengapa tadi malam dia tertidur? Lalu, dia melaporkan itu kepada kakeknya.

“Tak apa cucuku, kau sudah berbuat semampumu. Serigala itu sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Aku akan membuat perangkap untuk menangkapnya!”

Benar, ternyata sang kakek membuat perangkap. Sementara cucunya tertidur, sang kakek tetap berjaga  dan tidak memejamkan mata walau sekejap. Hatinya diliputi rasa dendam pada serigal yang memangsa ayam-ayamnya.

Tengah malam, serigala itu datang. Begitu masuk ke dalam perangkapnya dia langsung berteriak, “Huh, sekarang kau tertangkap, Maling busuk!”

Pagi harinya ia memberitahukan kepada cucunya bahwa serigala itu telah tertangkap. Sang cucu gembira mendengarnya. Dia ingin memberi hukuman setimpal pada serigala itu. Dia berpikir, hukuman apa yang tepat untuk serigala itu?

“Serigala ya….tetap serigala, cucuku. Kalau hanya di pukul, dia tidaka akan jera. Tenanglah, nanti kau akan melihat, hukuman apa yang pantas untuknya dan membuatnya tidak akan kembali kesini!” juwab kakek itu.

Menjelang siang, sang kakek mengikat semua kaki serigala itu.

“Mau diapakan, kek?” tanya sang cucu.

“Kau diamlah dan tenang. Lihat saja. Biar tahu rasa serigala kurang ajar ini!” jawab sang kakek emosi.

Dia ingin membalasdendam atas kekurang-ajaran serigal ini, yang telah memangsa enam ekor ayamnya.

Kakek itu lalu mengambil secarik kain. Kain itu dipilihnya kuat-kuat. Lalu, dia ikatkan pada ekor serigala itu. Sang cucu melihatnya dengan keheranan. Setelah kain itu terikat kuat pada ekor serigala, sang kakek mengambil gas dan menyiramkan pada kain itu. Kemudian, dia siap membakar kain itu.

Sang cucu berteriak, “Ja….jangan, Kek!”

Akan tetapi, terlambat. Api telah menyala di ekor serigala itu. Spontan serigala itu melolong kepanasan.

“Rasakan penjahat!” kata kakek itu geram sambil melepas semua ikatan kakinya.

Serigala itu lari terbirit-birit dengan ekor terbakar. Ia terus berlari dan tidak tehu cara memadamkan api yang telah membakar ekornya. Serigala itu berlari ke sawah dan mencari lumpur atau air. Ternyata, sawah telah kering. Padi telah menguning. Tak ada air disana. Serigala dengan ekor terbakat itu berlari ke sana ke mari di sawah.

Tidak lama kemudian, terlihat asap membumbung dari sawah.

Ada kebakaran di sawah!” teriak seorang penduduk kampung.

Orang-orang berlarian ke arah datangnya asap. Di sana, sepetak sawah yang siap panen, telah terbakar. Api merambat dengan cepatnya,. Kakek dan cucunya pun berlari kea rah asap itu. Alangkah terkejutnya mereka melihat sawahnya yang siap panen seminggu lagi, kini terbakar. Kakek itu menyesal. Dendam yang membara dalam hatinya, telah membakar segalanya.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar