Kamis, 02 April 2009

Kedermawanan Seorang Hamba Allah




Sang Dermawan

 

Siang itu, Mahmud sampai di rumahnya yang mewah seperti istana dalam keadaan letih dan lapar. Di atas meja makan telah tersedia beraneka makanan lezat yang di sukainya, apel, anggur, pir, dan delima juga ada.

Akan tetapi, tangannya sama sekali tidak menyentuh makanan itu, entah mengapa, tiba-tiba ia kehilangan selera makan. Mahmud memanggil pembantunya yang bernama Rajab. Dia meminta kepada pembantunya untuk mengembalikan makanan itu dari tempatnya, dan mengeluarkan kudanya dari kandang.

“Tuanku, mengapa tuanku keluar sekarang? Saat ini sedang panas-panas. Bumi seperti di panggang, padang pasir bagai menguapkan bara api. Tidakkah tuanku lebih baik tidur seperti biasanya?” kata Rajab mengingatkan.

Rajab sangat sayang dan hormat pada tuannya yang baik itu. Mahmud menjawab, “Aku tidak tahu Rajab, mengapa aku tidak memiliki selera makan atau tidur sedikit pun. Aku juga tidak tahu mengapa tiba-tiba aku ingin pergi menaiki kuda.’

Mahmud keluar dari rumahnya dengan menunggang kuda putihnya. Dia melesat menuju tengah padang pasir. Pijaran sinar matahari seakan menjilati ubun-ubun kepalanya. Dia merasakan panas luar biasa. Beberapa kali dia mengusap keringatnya dan terus menunggang kudanya, tanpa tujuan.

Karena panas yang tidak terkira, dia cepat-cepat memacu kudanya ke kota terdekat. Di tengah jalan, dia melihat  ada rumah kecil. Didepanya tumbuh tanaman yang hijau. Mahmud mendekati rumah itu dan menjumpai seorang pembantu yang berdiri di depan pintu.

Mahmud menyapa, “Nak, apakah kau memiliki air yang bisa aku minum?”

Pembantu yang masih belia itu menyahut dengan ramah, “Jangan berdiri di luar seperti itu, Tuan! Saya perhatikan anda sangat lelah dan letih kerena kepanasan dalam perjalanan. Ayolah, jangan sungkan, mari, silakan masuk! Saya akan mengambilkan air dingin untuk anda. Juga sapu tangan untuk menghapus keringat anda.”

“Bepata cerdasnya kamu, Nak! Hatimu juga lembut di penuhi rasa kasih sayang,” tukas Mahmud sambil tersenyum.

Anak muda itu pergi ke dalam rumah meniggalkan Mahmud. Sejurus kemudian, dia kembali membawa satu mangkok air dingin dan sapu tangan yang harum baunya.

Mahmud menerima mangkuk itu dan meminumnya dengan penuh rasa nikmat. Lalu, dia mengusap keringatnya dengan sapu tangan yang harum itu. Dia merasa kembali. Setelah di rasa cukup, dia meminta diri sambil mengucap rasa terima kasih kepada pembantu muda itu. Mahmud membawa kudanya kembali ke rumahnya.

Di tengah jalan, dia mendengar muazin mengumandangkan azan. Azan itu menggemah indah, memanggil hamba Allah untuk memetik kebahagiaan. Mahmud langsung mengarahkan kudanya menuju masjid.

Usai sholat, ketika Mahmud sedang bersiap keluar dari masjid, dia melihat lelaki buta sedang berjalan bertatih-tatih ke arahnya.

Mehmud mendekati orang buta itu dan bertanya, “Apa yang kau inginkan, Pak?”

“Aku ingin menemuimu,” jawab orang tua itu.

“Mengapa kau ingin menemuiku?” tanya Mahmud kembali.

“Karena dari jauh aku mencium bau harum dari badanmu, aku tahu bahwa kau pasti orang makmur dan berkecukupan. Aku ingin memberitahumu sesuatu. Apakah kau melihat rumah besar di depan masjid ini? Dulu itu adalah rumah ayahku. Beliau menjualnya pada temannya yang tercintanya. Baliau banyak bercerita kepadaku tentang temannya itu. Ayah  bilang, kalau temanya itu seorang sosok pemurah, hatinya halus nan lembut, dan terkenal dengan rasa sayangnya kepada kaum miskin, dan siapa saja yang membutuhkan pertolongan,” jawab orang buta itu panjang lebar.

Seketika itu, Mahmud bertanya padanya dengan penuh kesungguhan, "Lalu, di mana ayahmu sekarang?”

‘Setelah ayahku menjual istana ini, dia membawaku sekeluarga pergi berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain. Karena ayahku sangat boros, akhirnya dia tidak memiliki apa-apa. Aku kehilangan penglihatanku karena sakit. Keadaanku terus memburuk. Aku menjadi sangat miskin…. Apakah kau bisa menolongku dan membawaku menemui pemilik rumah itu? Siapa tahu dia mau mendengar keluhan dan deritaku. Siapa tahu dia punya rasa kasihan padaku dan berkenan membantuku,” jawab orang buta dengan wajah sedih.

Mahmud pun tidak bisa menyembunyikan rasa harunya. Orang buta yang ada di hadapannya ini adalah anak sulung dari teman karibnya yang sudah sepuluh tahun lebih tidak berjumpa dengannya.

Dengan hati bergetar Mahmud berkata, “Sungguh menakjubkan apa yang aku alami hari ini. Aku kehilangan selera makan sejak pagi. Aku juga tidak bisa tidur. Aku di sergap rasa cemas yang tidak ku ketahui sebabnya. Tiba-tiba di tengah teriknya panas matahari, aku ingin pergi menunggang kuda. Ternyata, ini semua telah diatur  Allah SWT., hingga aku bisa bertemu dan mendengarkan deritamu.”

Mendengarnya, orang buta itu tersadar dengan siapa dia bicara. Seketika dia mendengar dengan nada histeris, “Demi Allah, jadi Anda…Anda tuan Mahmud?”

Mahmud menjawab, “Ya. Akulah Mahmud, sahabat dekat ayahmu.”

Seketika orang buta itu mengangkat tangannya ke langit, “Subhanallah! Allahu Akbar! Alangkah agungnya aturan-Mu ya Rabb.”

Mahmud merogoh sakunya dan mengeluarkan kantong berisi uang.

‘Ini ada seribu dinar. Hari ini aku menerima hasil sewa tanahku dari seorang pegawaiku.Seolah-olah ini di kirim Allah SWT. Untuk aku ampaikan ke tanganmu. Ayo, terimalah itu rizqi untukmu.”

Lalu, orang buta itu menerima uang itu sambil berkata, “Segala puji dan rasa syukur  milik Allah. Maha Suci Allah yang telah meletakkan rasa rahmat dalam hati kaum muhsinin sehingga hati mereka lembut dan menyayangi kaum fakir miskin.

 

*****


Sifat Mulia Seorang Mukmin

Meminta-minta memang bukan perilaku terpuji, tepatnya tercela. Namun peringatan Rasulullah ini bukan untuk mengerem sifat memberi. Rasulullah memang tidak suka meminta-minta, namun dia memberi kepada orang yang meminta. Sering salah tempat, kita menempatkan celaan terhadap peminta-minta untuk membenarkan sikap bakhil.

Salah satu sifat orang yang beriman adalah dermawan. Dia menyalurkan hartanya untuk dirinya, istri, dan anak-anak. Masih pula menyempatkan untuk berinfak kepada fakir miskin, anak-anak yatim, dan semua yang membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu Wata’aala berfirman,

“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan Jawablah, ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.’” (Al- Baqarah:215)

Betapa banyak dorongan untuk berinfak yang tertulis dalam mushaf yang dibaca oleh kebanyakan kita. Infak ada yang bersifat wajib dan ada yang sunah. Yang wajib seperti : menunaikan zakat, nadzar, dan memberi nafkah kepada keluarga, anak, dan orang-tua. Yang sunnah, yakni yang setiap muslim dianjurkan melaksanakannya, seperti: ikut andil dalam kegiatan-kegiatan bakti social yang bermanfaat bagi orang lain dan bersedekah untuk kepentingan umum. Menginfakkan harta adalah salah satu sifat penghuni surga dan merupakan ciri orang bertakwa. Allah Subhanahu Wata’aala berfirman,

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (Ali Imran:133-134)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengarahkan perhatian umatnya agar melihat keuntungan berinfak dan kerugian sifat kikir, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA,

“Setiap hari ketika umat manusia memasuki waktu pagi, senantiasa ada dua malaikat turun. Salah satu dari keduanya akan berkata, ‘Ya Allah, karuniakanlah ganti kepada orang yang berinfak.’ Dan malaikat yang satu lagi akan berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kerugian kepada orang yang tidak mau berinfak.’” (Shåĥiĥ al-Bukhåri Kitab Zakat no. 1374).

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa sedekah tidaklah mengurangi harta pemiliknya, sebagaimana sabda beliau,

“Sedekah tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah seseorang bertambah rasa pemaafnya kecuali bertambah mulia, dan tidaklah seseorang merendahkan diri kepada Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Sunan al-Tirmidzi no. 2029. Dia berkata, “Hadist ini hasan sahih.”)

Allah Subhanahu Wata’aala juga menjanjikan balasan bagi orang-orang yang berinfak berupa pahala berlipat ganda ,

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261)

Berinfak menunjukkan kemurahan hati, kebenaran iman, dan besarnya kepercayaan pelakunya pada apa yang ada di sisi Allah Subhanahu Wata’aala. Amal-amal kebaikan merupakan salah satu sebab untuk mendapatkan keridhaan Allah. Dan tidak ada sesuatu pun yang sia-sia di sisi Allah Subhanahu Wata’aala.

Firman-Nya,

“Dan barang apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Saba’:39)

Firman-Nya yang lain,

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu menginfakkan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al-Baqarah:272)

Ayat ini menunjukkan anjuran bersedekah kepada siapa pun yang menerimanya, apa pun agamanya, apakah dia mustahiq (orang yang berhak menerima) atau bukan, baik atau buruk, maka sang pemberi infak tetap saja mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya. Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah RA bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,

“Ketika seorang lelaki sedang berjalan di suatu jalan dia merasa sangat kehausan. Ketika mendapatkan sebuah sumur, dia turun ke dalam sumur tersebut untuk minum. Ketika keluar dari sumur, didapatinya seekor anjing menjulur-julurkan lidahnya menjilat-jilat tanah basah karena kehausan. Lelaki tersebut berkata di dalam hatinya, ‘Anjing ini kehausan seperti yang aku rasakan.’ Kemudian dia turun kembali ke dalam sumur, dan mengisi sepatunya dengan air. Ia naik sambil membawa sepatu tersebut dengan menggigitnya kemudian memberi minum anjing. Melihat hal itu, Allah berterima kasih kepadanya dengan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala karena sebab hewan seperti ini?’ Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab, ‘Untuk setiap memberi minum yang mempunyai nyawa ada pahalanya.’ (shahih al-bukhari no. 2234, 2334, & 5663 dan shahih Muslim 2244).

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar